MEREKA TOH TAK MUNGKIN MEMBIKIN MALAIKAT
Cerpen: Herman
Selembar
perjalanan; secarik catatan; sekeranjang dosa. Manakah yang pertama kali
ditanyakan kelak di akhirat?
Seperti
hari kemarin, saat ini penyesalan mesti datang kembali. Membuat semak-semak
liar tempat bermain belalang dan serangga. Angin berkesiur. Belalang dan
serangga berpegang semakin erat pada ranting-ranting. Di luar, burung-burung
dara melibaskan diri dengan dzikir senja. Matahari memerah. Laut meredam marah.
Nelayan-nelayan berangkat menantang keruh. Apakah badai dan pekat malam yang
kau saksikan bukan keruh kehidupan? Tak mengapa! Bagi nelayan, badai dan pekat
malam adalah nafas mereka.
*****
Malam berjalan sangat pelan. Gerimis yang rajin menyambangi bumi, kini telah terdengar kaki-kakinya di seng rumah. Ayam-ayam betina mendekap anak-anak mereka lebih kencang dan erat. Lolongan anjing, suara jangkrik, mengiringi cahaya-cahaya kilat yang menyambar. Seperti lampu disko di diskotek.
*****
Malam berjalan sangat pelan. Gerimis yang rajin menyambangi bumi, kini telah terdengar kaki-kakinya di seng rumah. Ayam-ayam betina mendekap anak-anak mereka lebih kencang dan erat. Lolongan anjing, suara jangkrik, mengiringi cahaya-cahaya kilat yang menyambar. Seperti lampu disko di diskotek.
Alun-alun
kota tak pernah
sepi. Setiap pojok adalah tempat yang aman bagi sebuah perselingkuhan. Apakah
yang bisa kau katakan, ketika melihat anak-anak jalanan yang mencoba meraih
sebuah bahagia dengan melelapkan diri di trotoar jalan. Mimpi! Bahkan dalam
mimpi pun, mereka tak pernah bisa makan kenyang. Ahai...dunia bagi mereka
adalah ajang malapetaka. Tapi...tapi....ada rupa lain yang kini
dipergunjingkan. Malaikat yang hendak membikin malaikat. Ahai...apakah memang
ada beberapa Tuhan di alam ini, hingga semakin hari, jumlah malaikat semakin
bertambah?
Malaikat-malaikat
itu berpakaian putih. Turun dari langit yang bersih. Langit yang tak pernah
bisa bisa ditembus dengan roket manapun. Mereka turun membawa risalah Tuhan;
dibekali jaring-jaring (seperti sarang laba-laba), beberapa ayat suci, juga
pedang yang wangi seperti melati. Apakah mereka datang membawa mati beraroma
melati? Entahlah! Dan lihatlah, mereka sedang memasang jaring-jaring di setiap
perempatan jalan. Di seluruh kota !
Mimpi apalagi saat ini. Bukan mimpi! Tapi apakah mereka tidak kasihan kepada
manusia yang harus merangkak di setiap arus jalan. Jalan raya macet total.
Mobil tidak bisa bergerak. Jaring itu (walaupun mirip sarang laba-laba!),
tidaklah serapuh sarang laba-laba. Jaring-jaring itu disulam dengan
tangan-tangan ahli surga. Surga! Apakah setiap manusia mempercakapkan dirinya
sebagai ahli surga. Tapi malaikat-malaikat itu?
Setiap
kota kini telah
diselimuti jaring-jaring malaikat. Malaikat menghalangi maksiat. Aroma api
tercium dari lenguhan iblis. Serasa bumi akan dilumatkan dalam kebakaran besar.
Manusia tak pernah tahu atau jangan-jangan tak mau tahu, bagaimana seharusnya
menghadapi iblis dan malaikat dalam waktu yang sama. Atau memang manusia adalah
bunglon. Malaikat di satu waktu. Dan iblis di kesempatan yang lain. Aku tak
mengerti. Karena aku tidak tahu, dalam bentuk apakah aku berwujud sekarang ini.
Ibliskah? Malaikat? Manusia? Tuhan? Bukan! Bukan Tuhan. Tuhan tidak akan pernah
mengijinkan siapa saja, apa pun juga, sebagai sainganNya!
“Bagaimana?
Kalian yakin sudah memasang jaringnya di setiap sudut kota ? Ingat! Perintah Tuhan harus kita
jalankan dengan hikmat dan penuh tanggung jawab. Jangan seperti
koruptor-koruptor laknat! Maksiat harus kita singkirkan dari pelataran bumi
ini. Orang-orang yang tidak mau menuruti kita, berarti harus segera hengkang ke
neraka.” Pimpinan malaikat itu berbicara lantang di depan anak buahnya. Dan
iblis pun tertawa.
“Ha...ha...ha...!
Apa dia kira surga dan neraka milik nenek moyangnya. Bicara seenak perut. Mau
mengirim orang-orangku ke neraka. Tidak semudah itu kawan! Kita akan membuat
perhitungan. Kita akan lihat siapa yang lebih berkuasa.” Iblis menyudahi
ocehannya sambil menyeruput segelas wiski ditemani gadis cantik yang seksi.
“Kalau
ada yang terperangkap ke jaring-jaring itu kita apakan? Kita biarkan saja seperti
layang-layang yang enggan diterbangkan angin, atau ada opsi lain yang harus
dijalankan?” Anak buah malaikat bertanya.
“Jangan
biarkan mereka tergantung di sana .
Berikan pelayanan yang baik. Supaya mereka tahu bahwa menjadi malaikat sungguh
nikmat sekali rasanya.”
”Kita
akan mengubah mereka menjadi malaikat?” Heran dan hampir tak percaya.
”Kita
akan menyulap seluruh penghuni alam ini menjadi malaikat!” Tegas dan penuh
percaya diri.
“Apakah
mungkin?”
“Segalanya
mungkin. Dan besok lihatlah! Koran-koran akan menurunkan berita tentang
penduduk bumi yang telah berubah menjadi malaikat.”
*****
Hari-hari pun berjalan. Orang-orang ramai membicarakan jaring-jaring malaikat yang telah membuat banyak manusia terperangkap. Manusia yang terperangkap dalam jaring-jaring itu adalah para pelaku pasar dosa; pemaksiat yang harus diproduksi menjadi malaikat. Bumi semakin kelihatan sepi. Ruas-ruas jalan lengang. Lampu-lampu disko, di tempat hiburan malam hilang. Iblis kini benar-benar linglung memikirkan kawan-kawanya yang lenyap ditelan jaring malaikat.
Hari-hari pun berjalan. Orang-orang ramai membicarakan jaring-jaring malaikat yang telah membuat banyak manusia terperangkap. Manusia yang terperangkap dalam jaring-jaring itu adalah para pelaku pasar dosa; pemaksiat yang harus diproduksi menjadi malaikat. Bumi semakin kelihatan sepi. Ruas-ruas jalan lengang. Lampu-lampu disko, di tempat hiburan malam hilang. Iblis kini benar-benar linglung memikirkan kawan-kawanya yang lenyap ditelan jaring malaikat.
Langit
putih bersih. Awan-awan berarakan seperti kapas yang beterbangan. Angin bertiup
perlahan. Bunga-bunga bermekaran. Melati dan seroja, juga mawar meningkap
selendangnya. Sementara jaring-jaring malaikat itu, kini benar-benar telah
penuh dengan manusia. Barangkali sembilanpuluh persen penduduk bumi adalah
pelanggan dosa! Hitung saja, dari tempat terkecil di kantor kelurahan yang
pengap sampai ruang presiden yang sejuk ber-AC, berisi maling. Apalagi jika
ditambah dengan jumlah penghuni jalan yang selalu berlari tergesa menjelang
malam. Mereka yang tidak punya apa-apa. Mereka yang dilumpuhkan oleh sistim.
Mereka yang dirampok para penguasa. Tak punya sesuatu apapun untuk
diperjual-belikan, selain harga diri termasuk di dalamnya badan yang indah dan
menawan.
Bukan
saja iblis yang linglung karena kehilangan sahabat-sahabatnya, bahkan
malaikat-malaikat yang memasang jaring juga bingung mati kepalang. Bagaimana
mungkin akan mampu menyulap sedemikian banyak manusia menjelma malaikat. Bahkan
sebagian besar anak buahnya; yang turut andil dalam aksi jaring suci juga
terjaring oleh jaring sendiri. Kualat dan laknat! Mengkhianati diri sendiri
demi nafsu serakah. Mereka yang menjaring para pemaksiat juga diam-diam
menyimpan hasrat dosa yang berkobar. Jadilah mereka, malaikat beringas.
Menumpas segala apa saja tanpa ampun. Bahkan anak-anak jalanan yang tak berdosa
dan tak tahu apa-apa mereka pukuli dengan semena-mena.
Bumi
benar-benar telah sepi. Tidak ada lagi suara desahan yang bikin merangsang.
Lenyap juga cekikikan para wanita pekerja kenikmatan di warung remang-remang
(di hotel barangkali tak mungkin terjaring!). Hilang juga desah para brondong
yang menunggu tante-tante kesepian yang minta dikunjungi menjelang tengah
malam. Tak ada juga suara para penegak hukum yang minta suap lebih banyak. Para koruptor tak lagi nampak lenggang kakung di
kantor-kantor pemerintahan. Manusia, iblis, setan, dedemit, bunian,
makhluk-makhluk halus lainnya, bahkan juga kepala pimpinan malaikat yang
memasang jaring, kini terjerat dalam jaring. Sandiwara apalagi yang berlaku.
Benar-benar membingungkan.
Malaikat
itu kini diam dan bisu. Hilang sudah segala harapnya. Tak berbekas juga semua
rasa percaya diri yang dulu memompa semangatnya untuk mengobarkan perang. Mampus
gugur. Dan dia sendiri tak tahu mesti berbuat apalagi. Jaring yang mereka buat
terlalu kuat. Semua tak bisa bergerak. Sementara bau pesing dan amis karena
beberapa hari terjaring, kencing, berak, mungkin juga mimpi basah di tempat
yang sama, menusuk hidung, membuat kepala pening. Ah...malaikat yang hendak
membikin malaikat! Membuat jaring bagi kematian diri sendiri. Mencoba mencari
solusi bertaubat, sayang diri sendiri tertipu dengan pesona maksiat. Gelap dan
pekat. Apakah dunia benar-benar akan kiamat. Gerimis tak juga reda, sementara
api bergejolak dalam diri. Dosa apalagi yang hendak kita perselingkuhkan dalam
hidup yang mesum ini? Ifrit menjerit disambut tepuk tangan bergemuruh.
Kairo, Juni-Juli 2006.
Kairo, Juni-Juli 2006.
*Meminjam
Danarto, “Mereka Toh Tak Mungkin Menjaring Malaikat
0 comments:
Post a Comment