RINDU SEKALI DINDA DENGAN AYAH
Cerpen: Alimuddin
satu
(Dinda, Bunda Dinda )
**
“Ayah di mana, Bunda?"
"Ayah ada di
mana-mana, Dinda."
"Di mana-mana,
Bunda?"
"Maksud Bunda,
Ayah tetap ada di hati Dinda, meski Ayah Dinda tidak sedang di sini."
"Tapi Dinda
ingin dipeluk Ayah Bunda."
"Berdoa saja
biar Ayah Dinda cepat pulang."
"Berdoa
Bunda?"
"Iya. Berdoa
kepada Tuhan agar Ayah Dinda cepat bisa cepat pulang."
"Memang Ayah
Dinda ke mana, Bunda?"
"Ayah Dinda
sedang ke luar daerah."
"Untuk apa,
Bunda?"
"Mencari uang
yang banyak buat Dinda."
"Mencari uang
kenapa harus di luar daerah Bunda?"
"Karena di
tempat kita, masih perang Dinda."
"Kalau perang
Ayah tidak bisa mencari uang ya, Bunda?"
"Iya. Ayah Dinda
takut tertembak kalau harus mencari uang di sini, Dinda."
"Dinda dan Bunda
nggak takut tertembak Bunda?"
"Kita kan tidak keluar rumah
untuk mencari uang, Dinda."
"Ayah Dinda
kapan pulang, Bunda?"
"Bunda... Bunda
melamun ya?"
"Eh..Eh...."
"Bunda teringat
Ayah, ya?"
"Bunda rindu
dengan Ayah, Bunda?"
"Bunda...."
"Iya Dinda,
Bunda rindu dengan Ayah."
"Apa yang Dinda
tanyakan tadi?"
"Hhm... Ayah
Dinda kapan pulang, Bunda?"
"Nanti. Kalau
sudah waktunya."
"Bunda kok
nangis?"
"Nggak apa-apa
Dinda sayang. Mata Bunda perih saja."
"Bukan karena
teringat Ayah, Bunda?"
"Bukan Dinda.
Mata Bunda cuma perih saja. Ini Bunda tidak lagi menangis, kan ?"
"Bunda."
"Iya Dinda
sayang."
"Kita susul Ayah
ke luar daerah, Bunda yok!"
"Tidak bisa
Dinda. Kita tidak tahu alamat Ayah."
"Kita bisa tanya
pada orang-orang, Bunda."
"Mereka tidak
tahu Dinda."
"Tapi Dinda
rindu sekali dengan Ayah, Bunda... Dinda ingin dipeluk Ayah, Bunda..."
"Bunda juga
rindu Dinda... Dinda jangan nangis ya... Kan
masih ada Bunda yang bisa memeluk Dinda."
*
Dua
(Dinda)
Bunda,
Ayah di mana Bunda? Di mana Ayah, Bunda? Ayah, Dinda rindu sekali dengan Ayah.
Rindu sekali Ayah. Ayah di mana? Dinda ingin sekali dipeluk oleh Ayah.
Bunda,
Dinda merasa ada banyak hal yang Bunda sembunyikan dari Dinda. Ada apa sebenarnya, Bunda? Ke mana sebenarnya
Ayah Dinda, Bunda?
Bunda,
Dinda sering sekali melihat Bunda menangis sewaktu Dinda menanyakan tentang
Ayah. Meski Bunda beralasan ini-itu, tapi Dinda tahu, Bunda menangis karena
Ayah.
Apa
maksud tangisan Bunda? Apakah tangisan itu sama artinya dengan tangisan Dinda,
Bunda? Tangisan itu untuk melepas kerinduan yang terlalu besar, Bunda? Karena
lama sekali tidak berjumpa dengan Ayah.
Begitukah
maksud dari setiap tangisan Bunda? Begitu kah, Bunda? Jika begitu Bunda,
syukurlah...
Bunda,
Ayah Dinda di mana? Ayah Dinda, di mana Ayah sekarang? Kapan pulang? Jangan
takut perang Ayah. Dinda saja tidak takut. Selama kita tidak salah Ayah, kita
tidak akan apa-apa...
Ayah,
Dinda rindu. Rindu sekali...
*
Tiga
(Bunda Dinda )
Dinda
sayang, maafkan Bunda bila harus menyembunyikan hal ini terus menerus dari
Dinda. Bunda tidak tega melihat anak Bunda terguncang hebat bila mengetahui
kenyataan yang sebenarnya kelak.
Bunda
tidak ingin melihat Dinda menangis. Melihat Dinda bersedih. Bunda sayang sekali
dengan Dinda. Bunda ingin melihat Dinda bahagia. Cukup Bunda saja yang tahu.
Dinda masih terlalu dini untuk merasa segala penderitaan.
Dinda,
tujuh tahun yang lalu, waktu itu Dinda sama sekali belum mengerti apa artinya
seorang Ayah. Ayah Dinda meminta izin dengan Bunda untuk pergi ke luar daerah.
Setelah
itu tahun-tahun berlalu Bunda habiskan dengan penantian. Tapi penantian itu
belum berujung dengan perjumpaan. Namun Bunda memaklumi, sebab perang di tanah
kita belum reda sedikit pun, pasti Ayah Dinda belum berani untuk kembali
bersama kita.
Maka
Bunda terus menanti dengan segala harapan bahwa Ayah Dinda akan kembali.
Hingga
suatu sore itu Dinda, Bunda ingat sekali, sore itu langit mendung-mendung
hitam, Bunda kedatangan seorang tamu. Tentu saja Bunda kenal kenal baik tamu
itu. Ia Ibrahim. Kawan karib Ayah dinda yang bertahun-tahun juga tak pulang ke
kampung halaman.
Tapi
Dinda, Ibrahim membawa kabar yang sama sekali tidak Bunda inginkan dengar
sebenarnya. Tetapi Bunda tidak dapat mengelak dinda. Kata Ibrahim, Ayah Dinda
telah tiada.
Setelah
itu Bunda tidak selera sama sekali untuk makan-minum. Sementara kamu Dinda,
kamu masih terlalu kecil waktu itu. Dinda belum mengerti apa-apa.
Ibrahim
memang ingin membantu Bunda melawan derita hidup selanjutnya. Ia mengajak Bunda
untuk menjadi istrinya. Tapi biar dipaksa, Bunda enggan. Bunda tidak bisa
melupakan Ayah Dinda dalam tempo cepat
Maafkan
Bunda Dinda atas segala kebohongan ini. Tapi Bunda janji, bila Dinda sudah
lebih besar nanti, kelak Bunda akan berterus terang perihal Ayah Dinda.
*
Empat
(Dinda, Bunda Dinda , Inayah)
"Dinda kenalkan,
ini Om Inayah,"
"Siapa dia,
Bunda?"
"Salam dulu,
nanti Bunda jelaskan."
"Dinda, Om. "
"Panggil Om
Inayah ya, sayang."
"Siapa Om itu,
Bunda?
"Sebentar Mas,
ya?"
"Siapa Om itu,
Bunda?"
"Dinda, kamu
harus mengerti Bunda, ya, sayang."
"Iya Bunda, tapi
bilang dulu ke Dinda, siapa Om itu?"
"Dia calon Ayah
Dinda yang baru."
"Apa Bunda?!
Calon Ayah Dinda yang baru?"
"Iya
sayang."
"Nggak mau
Bunda! Bunda mau Ayah Dinda!"
"Dinda, Ayah
Dinda belum bisa pulang bersama kita."
"Sampai kapan
Bunda?"
"Bunda juga
tidak tahu sayang, makanya sekarang, Bunda cariin Dinda Ayah baru."
"Tapi Bunda
ingin Ayah Dinda, Bunda..."
"Kalau Ayah
Dinda pulang nanti, kita akan kembali dengan Ayah Dinda, sayang."
"Benar
Bunda?"
"Benar
sayang."
*
(Dinda)
Bunda,
Om Inayah yang Dinda panggil Ayah sekarang, sangat baik Bunda. Ayah Inayah
penyayang sekali dengan Dinda. Dinda suka diceritakan cerita pelanduk yang
pintar. Dinda juga setiap pagi diberi uang jajan. Kadang Ayah Inayah malah
menjemput Dinda di sekolah Dinda, Bunda.
Tapi
Bunda, maafkan Dinda, karena Dinda masih merindukan Ayah Dinda yang sebenarnya.
Akhir-akhir ini, Dinda sering sekali bermimpi dengan Ayah. Tapi Bunda, Ayah
kenapa kelihatan murung di dalam mimpi Dinda ya, Bunda? Apa Ayah marah karena
Dinda sudah punya Ayah Inayah sekarang, ya?
Bunda,
Ayah Inayah belum bisa membuat Dinda melupakan Ayah Dinda, Bunda. Dinda masih
merindukan Ayah Dinda. Di mana Ayah Dinda, Bunda? Kapan Ayah pulang agar kita
bisa kembali bersama-sama?
Ayah,
di mana? Tahukah Ayah kalau Dinda rindu sekali?
*
Enam
(Dinda, Bunda Dinda, Ayah Inayah, dan Ayah Dinda)
"Timaahh...Timaahh...."
"Dindaaa....Dindaaaa..."
"Siapa di luar,
Bundaa...?"
"Bunda nggak
tahu sayang... coba Dinda tengok ya..."
"Timaahh...
Dinda...."
"Saya Ayah kamu,
nak..."
"Ayah
Dinda?"
"Iya,
sayang,"
"Ayah Dinda yang
sebenarnya?"
"Iya Dinda
sayang,"
"Ayaahhhh....
Ayah Bundaaa..."
"Siapa Dinda?
Ayah yang manaaa...?"
"Ayah Dinda,
Bundaaa..."
"Apa kabar anak
Ayah?"
"Ayah ke mana
aja? Dinda rindu sekali dengan Ayah."
"Ayah juga rindu
dengan Dinda. Bunda di mana, sayang?"
"Bunda cepat
keluaarr..."
"Bang
Tafa."
"Betul kan ini Bang Tafa?"
"Iya Timah,
abang kembali. Maaf lama tak pulang-pulang."
"Bukankah abang
sudah...?"
"Sudah apa
Timah?"
"Bunda dan Ayah
bisikin apa sih? Dinda kok nggak diajak bisik?"
"Yang benar?!
Buktinya abang masih hidup."
"Ibrahim kawan
abang yang bilang."
"Ah, si Brahim,
membual saja kerjanya. Berjumpa saja aku tak pernah dengan dia."
"Bunda, Ayah
Inayah suruh cepat keluar dari kamar mandi biar bisa melihat Ayah Dinda,"
"Ayah
Inayah?"
"Iya Ayah. Kata
Bunda, sambil menunggu Ayah pulang, Dinda dicariin Ayah baru dulu oleh Bunda.
Tapi kalau Ayah sudah pulang, Ayah Inayah akan pergi kok! Betulkah begitu,
Bunda?"
"Timah! Tolong
jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?
"Aku menikah
lagi dengan Inayah beberapa bulan yang lalu."
"Tega sekali
kamu Timah kepada abang."
"Aku pikir surat itu benar
bang."
"Mengapa tak
menunggu abang sebentar lagi?"
"Abang sendiri
mengapa tak pulang-pulang? Abang ingin beralasan sebab perang belum reda?
Lantas, bagaimana dengan Dinda dan aku?"
"Abang...e..e...Abang..."
"Ayah dan Bunda
lucu. Jumpa pertama langsung berantem. Orang dewasa lucu-lucu, ya?"
"Siapa lelaki
ini, Dek Timah?"
"D-Di-dia..Dia...Mas..."
"Aku yang pantas
bertanya hai laki-laki brengsek, siapa kamu hingga berani memasuki
rumahku?"
"Dek Timah!
Tolong jelaskan siapa lelaki ini?"
"Dia mantan
suamiku, mas."
"Timah! Abang
belum pernah menceraikanmu!"
"Tapi aku sudah
menganggap kamu tidak ada lagi bang!"
"Bunda, Ayah,
Ayah Inayah, sedang ngomong apaan sih? Dinda kok nggak ngerti?"
"Gara-gara kamu
lelaki brengsek! Tega sekali kamu merebut istri orang, ya?!"
"Dek Timah
memperkenalkan diri sebagai janda bung!"
"Apakah aku
salah bang?!"
"Ayah...Ayah mau
ke mana?"
"Ayah harus
pergi lagi sayang."
"Ayah...Ayah
jangan pergiii...Dinda masih rindu dengan Ayah..."
"Ayaahh....."
"Aku ceraikan
kamu, Timah!"
"Mas?"
"Aku tak mau
dibilang lelaki perebut istri orang."
"Tapi mas?"
"Bunda, Ayah
Bundaa....Ayaaahhh...."
*
Tujuh
(Dinda, Bunda Dinda )
"Ayah Dinda ke
mana, Bunda?"
"Sudah pergi
Dinda, sayang."
"Kapan
pulang?"
"Bunda tidak
tahu, sayang."
"Ayah kok pergi
lagi ya, Bunda?"
"Bunda tidak
tahu."
"Ayah Inayah ke
mana, Bunda?"
"Sudah pergi
Dinda, sayang."
"Kapan
pulangnya, Bunda?"
"Bunda tidak
tahu Dinda."
Ayah, Dinda rindu
sekali.*
0 comments:
Post a Comment